Puisi adalah keindahan
tempat jiwa bersinggah untuk sementara
jika tidak karena sebuah hati yang perlu disegarkan
puisi mengikat hati yang pilu
Masa Lalu
Berjalan melalui arusnya waktu
Makin jauh dengan masa lalu
Dengan ranting-ranting yang rapuh
Telah berjatuhan
Berganti dengan daun-daun yang baru
Jalanan berdebu berganti menjadi salju
Tapi lahan tandus tempatku tumbuh
Selalu menunggu dengan setia
Gubuk yang telah tua juga merindu
Aku pun termangu melihat daun talas
meneteskan air mata
Aku terharu
betapa berjasanya
Memayungi di saat kehujanan
dan basah kuyup
Menutupi ketakutan pada halilintar
dan gemuruh
Menghantarkan menuju laut
Tempat kebebasan terpaut
CINTAKU
Bisakah cinta berpaling
Kemanakah ia bersembunyi
Mengapa ia bagaikan awan yang cepat menghilang
Terbawa angin
Apakah ia bersembunyi di balik mega
Di antara deburan ombak
Ataukah di rerumputan yang melambai
Cinta ku adalah air yang jatuh
Memecah batu
Mengalir berkelok
Cintaku bagaikan tulisan di pasir
terhapus waktu,
Cintaku adalah mutiara di tengah kerang
Cintaku adalah bukit tanpa pohon
Dengan mata air
Cintaku adalah
Cahaya rembulan remang
Diantara ribuan bintang di langit,
Cahaya lilin di ujung goa,
Cahaya mentari di fajar hari
Ibu
Kasihmu menyelamatkan dari segala sedih
Pelukanmu menghangatkan semua kekhawatiran
Do’amu meluluhkan kesusahan
Kau adalah malaikat pertamaku
Yang selalu menerimaku
Dalam hidupmu kau korbankan milikmu
Untuk anak-anakmu
Ibu
Kepolosanmu membuatku kaya
Kebodohanmu membuatku pintar
Kau rela menanggung semua untuk membesarkan anak mu
Meski tak pernah kau tahu untuk apa
Kau pertaruhkan semua
Hanya untuk bertahan dalam hidup
Untuk anak-anakmu
Ibu
Kini kau telah melewati separuh usia
Kau lelah
Kau telah membesarkan anak-anakmu
Tapi anakmu belum berhasil
Tak bisa membalas semua kebaikanmu
Ibu
Karena kau aku berani melihat bintang
Dengan dongeng sebelum tidur
Kau telah menanamkan cerita kehidupan
Kini cerita itu telan tumbuh menjadi keindahan
Menjadi kenangan selamanya
Terimakasih ibu